Jumat, 30 Maret 2012

Kode Etik Jurnalistik (KEJ)

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pertama kali dikeluarkan dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). KEJ itu antara lain menetapkan.
a.   Berita diperoleh dengan cara yang jujur.
b. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck).
c.  Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion).
d. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.  
e. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).
f. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi. 

Ketika Indonesia memasuki era reformasi dengan berakhirnya rezim Orde Baru, organisasi wartawan yang tadinya “tunggal”, yakni hanya PWI, menjadi banyak. Maka, KEJ pun hanya “berlaku” bagi wartawan yang menjadi anggota PWI.  Namun demikian, organisasi wartawan yang muncul selain PWI pun memandang penting adanya Kode Etik Wartawan. Pada 6 Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi wartawan berkumpul di Bandung dan menandatangani  Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI. KEWI berintikan tujuh hal sebagai berikut:
1.  Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3.  Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4.  Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5.  Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab. 

KEWI kemudian ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia. Penetapan dilakukan Dewan Pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000.
 Penetapan Kode Etik itu guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat. Kode Etik harus menjadi landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan. Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu. 
KEWI harus mendapat perhatian penuh dari semua wartawan. Hal itu jika memang benar-benar ingin menegakkan citra dan posisi wartawan sebagai “kaum profesional”. Paling tidak, KEWI itu diawasi secara internal oleh pemilik atau manajemen redaksi masing-masing media massa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar