Kode
Etik Jurnalistik (KEJ) pertama kali
dikeluarkan dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). KEJ itu antara lain
menetapkan.
a. Berita diperoleh dengan cara yang jujur.
b. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum
menyiarkan (check and recheck).
c. Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan
pendapat (opinion).
d. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak
mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu
di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk
merahasiakannya.
e. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off
the record (for your eyes only).
f. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau
tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan
profesi.
Ketika
Indonesia memasuki era reformasi dengan berakhirnya rezim Orde Baru, organisasi
wartawan yang tadinya “tunggal”, yakni hanya PWI, menjadi banyak. Maka, KEJ pun
hanya “berlaku” bagi wartawan yang menjadi anggota PWI. Namun
demikian, organisasi wartawan yang muncul selain PWI pun memandang penting
adanya Kode Etik Wartawan. Pada 6 Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi
wartawan berkumpul di Bandung dan menandatangani Kode Etik Wartawan
Indonesia (KEWI). Sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI. KEWI
berintikan tujuh hal sebagai berikut:
1. Wartawan Indonesia
menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia
menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta
memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan Indonesia
menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini,
berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan
plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak
menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak
menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak
menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia
memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang,
dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera
mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak
Jawab.
KEWI
kemudian ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku bagi seluruh wartawan
Indonesia. Penetapan dilakukan Dewan Pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40
Tahun 1999 tentang Pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni
2000.
Penetapan
Kode Etik itu guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak
masyarakat. Kode Etik harus menjadi landasan moral atau etika profesi yang bisa
menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas
wartawan. Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut
sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang
dibentuk untuk itu.
KEWI harus
mendapat perhatian penuh dari semua wartawan. Hal itu jika memang benar-benar
ingin menegakkan citra dan posisi wartawan sebagai “kaum profesional”. Paling
tidak, KEWI itu diawasi secara internal oleh pemilik atau manajemen redaksi
masing-masing media massa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar